74 Peti Jenazah jadi Kado Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74

Jakarta, 14 Agustus 2019, Tujuh puluh empat tahun Indonesia merdeka, belum menjamin Indonesia bebas dari masalah perdagangan orang. Masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) selalu mengalami masalah baik yang berada di dalam proses pemberangkatan maupun yang telah berada di luar Negeri.

Berdasarkan data Kementrian luar negeri, yang diberitakan Media Cetak Kompas menunjukan adanya seratus sembilan puluh lima (195) Pekerja Migran Indonesia yang terancam hukuman mati yang berada di beberapa negara diantaranya adalah Malaysia berjumlah seratus lima puluh empat (154) orang, Arab Saudi berjumlah dua puluh (20) orang, Cina berjumlah dua belas (12) orang, Uni Emirat Arab berjumlah empat (4) orang, Laos berjumlah dua (2) orang, Singapura dua (2) orang dan Bahrain satu (1) orang.

Sementara data yang telah dihimpun oleh JarNas Anti TPPO PMI NTT, dimana PMI yang meninggal mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data PMI NTT yang meninggal pada Tahun 2016 sebanyak empat puluh enam (46) orang, laki-laki 26 orang dan perempuan 20 orang, dan 4 orang yang prosedural dan 42 orang yang non prosedural.

Data 2017 DPMI yang meninggal sebanyak 62 orang, 43 orang laki-laki dan 19 orang perempuan, 1 prosedural dan 61 non prosedural. Tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 105 PMI yang meninggal 71 orang laki-laki dan 34 orang perempuan, 3 prosedural dan 102 non prosedural dan data per Agustus 2019 menunjukan ada 74 jenazah.

Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JARNAS) yang merupakan salah satu jaringan yang dibentuk atas dasar kesamaan visi dan misi untuk terwujudnya Indonesia yang bebas dari tindak pidana perdagangan orang, mendorong penegakan dan penerapan hukum yang progresif demi tercapainya keadilan bagi korban TPPO dan melakukan advokasi pemenuhan hak-hak korban dan sistem rehabilitasi pelaku TPPO secara nasional dan internasional.

JarNas Anti TPPO yang diketuai oleh Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengatakan bahwa dalam kasus seratus sembilan puluh lima (195) PMI yang terancam hukuman mati, sangat baik Indonesia melakukan pendampingan hukum dan lobby politik untuk melindungi warga negaranya yang terancam hukuman mati di luar negeri. Selain itu perempuan yang biasa dipanggil dengan Sara ini juga mengatakan, Indonesia masih sangat lalai dalam memberikan perlindungan warga negaranya yang bekerja di luar negeri. Hal ini terlihat pada meningkatnya kasus pemulangan jenazah PMI yang berasal dari NTT, dimana setiap tahun mengalami peningkatan, dan pada Agustus 2019 ini, NTT telah menerima tujuh puluh empat (74) jenazah yang telah dipulangkan, dan kasus hukumnya tidak diproses.

Sara yang juga anggota Komisi 8 DPR RI ini mengatakan bahwa sangat baik jika pemerintah Indonesia melakukan pengawalan pada kasus-kasus hukum PMI. Hal ini sangat penting agar keluarga korban bisa mendapatkan hak-haknya.

Andy Ardian dari ECPAT Indonesia yang juga Sekretaris JarNas Anti TPPO mengatakan bahwa situasi ini merupakan tuaian hasil dari pembiaran yang telah dilakukan oleh negara dalam melindungi warga negaranya yang terpaksa bekerja keluar negeri dan dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang. Andy pun mengatakan situasi kemiskinan yang menyebabkan masyarakat NTT rentan untuk menjadi korban perdagangan orang, selain itu Indonesia juga perlu mewaspadai situasi kerentan saat terjadinya bencana, sebagai negara yang sangat rawan terjadi bencana situasi ini dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan orang dengan motif memberikan bantuan.

Selain itu Gabriel Goa (Direktur Padma) yang juga Ketua Bidang Advokasi JarNas Anti TPPO mengatakan, bahwa dalam menangani dan memberikan perlindungan hukum bagi korban perdagangan orang masih belum maksimal karena aparat penegak hukum belum banyak menggunakan dan menerapkan UU No.21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang, selain itu berdasarkan pantauan dan pengalaman pendampingan menunjukan bahwa masih ada oknum APH yang terlibat dalam kasus perdagangan orang.

Selain itu sangat diperlukan kehadiran Lembaga Negara untuk memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat khususnya bagi korban Perdagangan Orang dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban. Laki-laki yang biasa dipanggil dengan Gabby ini mengatakan lembaga-lembaga negara perlu bekerjasama dengan Pegiat anti perdagangan orang, lembaga regional dan internasional untuk menyelamatkan PMI yang menjadi korban perdagangan orang.

JARNAS berharap dengan situasi ini, pemerintah lebih mengutamakan agenda perlindungan warga negaranya dari situasi perdagangan orang, dan mendorong Presiden untuk memimpin langsung Rapat koordinasi Nasional Gugus Tugas TPPO yang akan dilaksanakan di Kupang NTT yang direncanakan akan dilaksanak pada akhir Agustus 2019.

Narahubung:
Gabriel Goa: 0813.6028.5235, Andi Ardian 0813.6156.3988

Anggota JarNas: Parinama Astha, ECPAT Indonesia, PADMA Indonesia, LBH Apik Jakarta, Yayasan Bandungwangi, YKAI, Yayasan Anak Perempuan, CWTC, Yayasan Bahtera Bandung, Yayasan Embun Pelangi Batam, PKPA Medan, LADA Lampung, Asa Puan Sambas, Asosiasi Peksos Singkawang, Lembaga Kita Wonosobo, Setara Semarang, Kakak Solo, SCC Surabaya, YKYU Manado, LBH Apik Bali, Gerasa Bali, Lentera Anak Bali, Project Karma Bali, Yayasan Santai Lombok, WADAH NTT, Yayasan Donders dan anggota Individu.

Recommended Posts