Parinama Astha Inisiasi Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

Jakarta, — Human trafficking atau perdagangan orang, saat ini dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menjadi kejahatan terbesar kedua di dunia setelah narkotika. Dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Againts Gender Violence), kampanye ini mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

Di Indonesia, masalah perdagangan manusia meningkat terus. “Ironisnya, masyarakat umum belum begitu mengetahui dan menyadari bahwa ini adalah salah satu permasalahan yang sangat nyata dan mengancam Indonesia, negara yang masih berkembang, dengan banyaknya rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan,” kata Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, yang biasa disapa dengan nama Sara, Pendiri dan Ketua Yayasan Parinama Astha (ParTha). Maka karena itu dalam rangka memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan tersebut diatas, Parinama Astha menginisiasi pertemuan nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang yang melibatkan para pegiat kemanusiaan yang fokus pada permasalahan perdagangan manusia di Indonesia.

Menurut keterangan dari Trafficking in person Report Indonesia, yang dikeluarkan oleh Kedutaan Amerika, dimana disampaikan bahwa pemerintah Indonesia belum memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang, akan tetapi ada upaya-upaya lebih banyak melakukan penyelidikan, penuntutan, penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan manusia dan melakukan identifikasi lebih banyak kepada korban. Maka upaya yang akan dilakukan ke depannya adalah dengan melakukan lebih banyak penyelidikan, penuntutan, penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan orang baik itu personal maupun koorporasi yang dimana saat ini masih sangat minim.

Pertemuan ini dilaksanakan selama dua hari, dan bertujuan untuk memperkuat kerja-kerja pendampingan dan pemberantasan TPPO di Indonesia. Menurut Sara pertemuan nasional ini adalah satu langkah awal khususnya bagi jaringan TPPO di Indonesia, agar dapat bekerja lebih efektif terkoordinir dan menghasilkan efek yang lebih maksimal bagi korban dan juga pelaku TPPO.

Andy Ardian dari Program Manajer ECPAT Indonesia mengatakan, pertemuan ini cukup strategis untuk menyatukan kembali kerja-kerja bersama dalam upaya penanggulangan TPPO. Andi berharap jaringan ini juga bisa bersinergi dengan jejaring dan pemangku kepentingan lainnya untuk saling mengisi kerja-kerja yang selama ini belum tertanggulangi.

Perwakilan LBH Apik Jakarta Said Niam mengatakan bahwa pertemuan sangat penting untuk membangun sinergitas antara daerah, untuk mengisi kekurangan lembaga yang satu dengan lembaga yang lain dalam memberikan perlindungan kepada korban, Said pun menambahkan bahwa jaringan ini akan menjadi lebih baik ke depannya dalam memberantas TPPO.

Sementara Direktur Bandungwangi, Endang Supriyati mengatakan bahwa pertemuan ini untuk menghadirkan jaringan yang efektif, dan sangat berkesusaian dengan kerja-kerja dari Bandungwangi yang melakukan pendampingan langsung kepada korban ESKA. Endang Supriyati berharap jaringan ini sebagai media untuk memudahkan dalam mengakses layanan yang dibutuhkan oleh korban.

Pertemuan ini juga menghadirkan Bapak Tamami, Direktur Bahtera dan mengatakan bahwa jaringan ini harus menjadi kekuatan untuk menekan pemerintah dan kepolisian, khususnya daerah Jawa Barat yang merupakan daerah sending terbesar buruh migran atau pun pekerja lokal. Pertemuan ini akan menjadikan skala prioritas dalam memberikan perlindungan bagi korban ke depannya.

Pertemuan ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Pencegahan dan Kerjasama dengan melakukan edukasi, roadshow, riset, pengumpulan data, membuat dan mempererat jaringan dengan melakukan rapat tahunan, Litigasi dengan melakukan kerjasama dengan APH (Kepolisian, Jaksa dan Hakim), kementrian , melakukan diskusi terkait dengan persoalan TPPO dan melakukan pendampingan terhadap korban dan re-integrasi dengan melakukan assessment, dan program kembali ke masyarakat, perlindungan korban melalui save house, melakukan pembekalan dan pemberdayaan terhadap korban, untuk pembentukan susunan kepengurusan jaringan yang akan mengawal kerja-kerja jaringan ini ke depannya.