Aktivis Perempuan dan Anak, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, angkat bicara menyoal ramainya perbincangan kasus pemerkosaan dan pelacuran yang melibatkan anak dibawah umur yang terjadi di Bekasi.
“Pemerkosaan didalam hubungan berpacaran sayangnya kerap terjadi, namun di negara seperti Indonesia, pembuktian masih sangat berat karena beban ditekankan kepada korban untuk membuktikan bahwa kekerasan seksual itu betul terjadi,” kata Rahayu Saraswati, dalam keterangan tertulis yang diterima Mcmnews.id, Jumat, (28/5/2021).
“Kekerasan seksual ini bisa terjadi saat ada intimidasi dan pemaksaan dari pihak pelaku, bahkan sering kali tidak terlepas dari kekerasan fisik,” tambahnya.
Saraswati menyatakan, dalam kasus AT dan PU, berdasarkan bukti psikologis dan fisik, serta kesaksian korban, seharusnya sudah cukup untuk mendorong aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan dengan menggunakan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Lanjut Saraswati, setiap dari mereka berdasarkan undang-undang yang disebut telah melakukan hubungan intim dengan anak di bawah usia 18 tahun dan tentunya melakukannya dalam konteks pelacuran dan eksploitasi seksual sehingga masuk dalam kategori pelaku perdagangan anak.
“Saya beserta Yayasan Parinama Astha mendukung adanya penjatuhan hukuman yang seberat-beratnya kepada tersangka pelaku AT. Namun, jangan dilupakan bahwa ada pelaku-pelaku lain yang masih lepas dari jeratan hukum, yaitu mereka yang melakukan pemerkosaan terhadap PU selama dirinya mengalami pemaksaan pelacuran oleh pelaku,” tururnya.
“Kami meminta agar pihak aparat penegak hukum juga menggunakan kekuatan Cyber Crime Unit untuk mengejar para pengguna jasa dan klien perdagangan anak,” lanjutnya.
Terakhir, masih kata Saraswati, tak kalah pentingnya adalah proses pemulihan dan hak restitusi bagi korban.
Mantan anggota DPR RI itupun mendorong pihak kepolisian dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diamanatkan oleh UU No 31 tahun 2014 tentang Perubahan UU No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan keadilan dan pemenuhan hak bagi korban dan keluarganya.
Seperti diketahui, sebelumnya ramai diperbincangkan sebuah kasus pemerkosaan dan pelacuran yang terjadi di Bekasi. Diberitakan bahwa tersangka pelaku, AT (usia 21 thn) telah berpacaran dengan PU (usia 15 thn) selama 9 bulan, namun sayangnya hubungan tersebut penuh dengan kekerasan yang dialami oleh korban.
Saat keluarga korban membawanya ke kepolisian untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya terungkap berbagai kekejaman yang diduga dilakukan oleh pelaku terhadap korban, mulai dari pemerkosaan sampai dengan pemaksaan pelacuran.