Press Release, Jakarta, 26 Juni 2019.
Pada tanggal 23 Juni 2019, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Polresta
Bandara telah melakukan penangkapan terhadap seorang laki-laki yang ber inisial
Mario (M) di Terminal satu, Bandara Soekarno Hatta, pada pukul 17.45 WIB, M
merupakan bagian dari sindikat Perdagangan Orang dengan modus perkawinan
kontrak.
SBMI langsung melakukan koordinasi dengan Kepolisian Polresta Bandara, dan
melakukan penahanan sementara kepada M, dan kedua korban diamankan dan
dimintai keterangannya di Unit1 Polresta Bandara. Bahwa setelah kami
mendapatkan informasi korban, maka dapat dikatakan makin terbuka bahwa
jaringan yang selama ini bergerak mencari mangsa di Kalimantan Barat memiliki
jejaring kuat di Jakarta.
Kasus ini bermula dari adanya informasi dari orang melalui SBMI Pontianak yang
mengatakan bahwa ada dua korban TPPO dengan Modus Perkawinan Kontrak yang
akan berangkat ke Cina, sedang dalam perjalanan ke Jakarta, dan yang membawa
kedua korban adalah seorang laki-laki yang bernama M, M warga Pontianak yang
ditugaskan untuk mengurus visa dua perempuan yang dibawanya dari Pontianak
dengan menggunakan Lion Air JT 715 yang mendarat pada 17.19 WIB.
Pada saat dimintai keterangan, awalnya Mario yang membawa dua perempuan
muda itu mengaku tidak kenal, hanya kebetulam satu pesawat. Ia juga mengaku
ingin menemui pacarnya di Jakarta. Begitu juga Pada saat polisi menanya apa
tujuan kedua perempuan berinisial Dd dan Yy itu datang ke Jakarta, keduanya
menjawab juga akan bertemu dengan pacarnya orang China.
Polisi bertanya lagi, apakah ada paspor? Keduanya mengatakan tidak ada. Akhirnya
polisi meminta agar Mario mengeluarkan isi tasnya. Polisi menemukan 4 buah
paspor atas nama keduanya.
Kepolisian melalui Polresta Bandara langsung menetapkan pelaku telah melakukan
tindakan pidana perdagangan orang dan dikenai Undang-undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
SBMI melihat ada beberapa orang berupaya untuk membebaskannya pelaku melalui
upaya suap, dan dengan ini juga SBMI mengatakan bahwa dalam penanganan
kasus TPPO, sangat diperlukan kerja-kerja luar biasa berat dalam menangani
pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan modus pengantin
pesanan, antara lain :
- Jaringan sindikat ini sudah sampai ketingkat desa.
- Jaringan Mak comblang mendapatkan imbalan hingga 5 juta untuk mendapatkan satu orang yang mau menjadi pengantin pesanan.
- Jaringan sindikat ini juga, memiliki orang-orang khusus untuk membuat event prewedding, pertunangan, joki pengantin, wali nikah palsu, termasuk orang-orang
- Jaringan Masyarakat Peduli Human Trafficking yang mengurus administrasi kependudukan dan dokumen perjalanan ke luar negeri.
- Jaringan kota Pontianak dengan Jakarta juga terkoordinasi dengan baik,termasuk pelobi saat ada yang tertangkap oleh polisi. Jaringan ini berani bayar mahal untuk menyelamatkan temanya.
- Jaringan ini diduga berkomplotan dengan polisi yang lemah iman dan pengetahuan tentang tindak pidana perdagangan orang.
SBMI menambahkan bahwa Kepolisian hampir saja melakukan penolakan terkait
dengan laporan tersebut, padahal terlapornya sudah tertangkap, ada alat bukti
paspor, surat keterangan dari dukcapil untuk perkawinan dan pernyataan dua orang
yang akan diberangkatkan ke Tiongkok. SBMI tidak mengetahui alasan penolakan
tersebut. Dalam konteks perdagangan orang, upaya perencanaan dan percobaan
sudah merupakan tindak pidana perdagangan orang, seperti tertulis pada pasal 10
dan 11. SBMI melihat kasus TPPO merupakan kejahatan transnasional yang bersifat
ekstra ordinary crime, maka setiap orang yang akan menghalangi juga dapat
dipidanakan.
Parinama Astha yang juga ikut mendampingi korban di Bandara melihat adanya
kejanggalan dalam proses penegakan hukumnya, karena ada orang yang datang ke
Polres mengaku sebagai keluarga dari Pelaku, berharap bahwa Kepolisian dapat
bekerja dengan baik dalam proses hukum, hal ini sangat penting untuk perlindungan
kepada korban dan juga memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
Kepolisian sebagai garda terdepan dalam proses penegakan hukum pada kasus
TPPO.
Ketua Bidang Hukum, Parinama Astha yang diwakilkan oleh Ermelina Singereta
(Lawyer publik), mengatakan bahwa Persoalan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
banyak mengalami hambatan khusus dalam proses penegakan hukumnya, ini
dikarenakan APH kita masih menganggap kasus Perdagangan orang merupakan
kasus yang biasa, Indonesia telah memiliki Undang-undang khusus untuk persoalan
TPPO. Masih saja APH menggunakan Undang-undang yang tidak tepat, misalnya
masalah TPPO tidak menggunakan UU No.21 Tahun 2007 tentang TPPO, namun
menggunakan UU yang lain.
Selain itu Parinama Astha berharap agar para pelaku yang terlibat dalam kasus
TPPO ini diproses dan dihukum dengan hukuman yang maksimal sesuai dengan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO) Juncto UU yang terkait lainnya dan memastikan bahwa negara hadir untuk
memberikan pemenuhan hak-hak bagi korban, yaitu hak untuk mendapatkan
Perlindungan hukum, hak rehabilitasi, hak restitusi dan hak terkait lainnya sesuai
dengan kebutuhan para korban.
Sementara Jaringan Nasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (JARNAS ANTI
TPPO) yang diwakilkan oleh Gabriel Goa mengatakan bahwa sangat diperlukannya
kerjasama jaringan nasional dan internasional untuk mencegah dan memberantas
Jaringan Human Trafficking khusus dengan modus pengantin pesanan ke luar
negeri khususnya Negeri Tirai Bambu. Selain itu JARNAS Anti TPPO melalui Andi
Ardian (Anggota JARNAS Anti TPPO) mengatakan bahwa dalam kasus TPPO
Jaringan Masyarakat Peduli Human Trafficking
sangat diperlukan proses pemulihan bagi korban menjadi prioritas dengan
melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, masyarakat dan keluarga dan
harus dipastikan proses re-integrasi bagi korban terlaksana dengan baik dengan
mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi korban.
Maka berdasarkan fakta-fakta diatas, maka kami yang tergabung dalam Jaringan
Masyarakat Peduli Human Trafficking mengatakan beberapa hal yang mendasar:
- Menguatkan kembali organisasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penindakan Tindak Pidana perdagangan orang, dengan merevisi prinsip eks officio sebagai mana diatur dalam Perpres.
- Memperkuat pengawasan di imigrasi bagi WNI yang akan berangkat ke luar negeri khusus pada kasus diatas maka sangat diperlukan pengawasankhusus imigrasi yang akan berangkat ke Tiongkok.
- Peningkatan kapasitas penyidik aparat penegak hukum terkait pengetahuan dan prespektif tentang Tindak Pidana perdagangan orang.
- Sosialisasi yang massif oleh Pemerintah provinsi dan daerah, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
- perlunya peran serta CSO dalam pengawasan seperti yang dilakukan saat ini menjadi salah satu cara melawan perdagangan manusia.
Narahubung:
Bobby (0852.8300.6797)
Erna (0812.1339.904)
Mahadir (0822.5371.6456)