APRESIASI KINERJA KEPOLISIAN BALI, PARINAMA ASTHA MINTA PELAKU TPPO DIHUKUM MAKSIMAL SESUAI UNDANG-UNDANG

Press Release
Jakarta, 08 Pebruari 2019, Parinama Astha selama ini telah bekerja untuk mengakhiri masalah Perdagangan Orang di Indonesia, kefokusan Parinama Astha pada masalah ini tidak terlepas dari berbagai kasus perdagangan orang baik yang terjadi di dalam negeri dan luar negeri, di mana Indonesia merupakan salah satu negara pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbanyak di dunia setelah Filiphina. Masalah perdagangan orang, tidak terlepas adanya proses, cara dan tujuan dari tindakan yang telah dilakukan oleh para sindikat perdagangan orang dan kebanyakan pelakunya merupakan orang terdekat, misalnya keluarga, teman dan orang lain yang dikenal oleh korban ataupun keluarga korban.

Parinama Astha bersama dengan Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JARNAS TPPO) saat ini, sedang menangani kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (Eksploitasi seksual) yang dialami oleh anak-anak di salah satu klub malam di Bali.

Kasus ini bermula dari adanya pengaduan seorang anak perempuan berinisial CH kepada salah satu anggota JARNAS yang ada di Bali dan pengaduan tersebut kemudian dilaporkan oleh anggota JARNAS ke Kepolisian. Kepolisian kemudian melakukan penggerebekan dan mendapati lima (5) orang korban anak dengan inisial AP, DB, BL dan PT yang berada di tempat penampungan tersebut.

Kasus ini telah diproses di Kepolisian dan setelah para korban memberikan keterangannya (BAP), para korban dikembalikan ke rumah orang tuanya masing-masing. Saat ini para korban sedang mendapatkan pemulihan terlebih dahulu di salah satu tempat di Jakarta, sebelum dipulangkan ke rumah orang tuanya masing-masing.

Ketua Yayasan Parinama Astha yang sekaligus merupakan Ketua JARNAS TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, memberikan apresiasi kepada Kepolisian Bali yang telah memproses kasus ini dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak-anak.

Selain itu Sara berharap agar para pelaku yang terlibat dalam kasus TPPO ini diproses dan dihukum dengan hukuman yang maksimal sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Juncto Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sara juga menambahkan bahwa proses pemulihan bagi korban menjadi prioritas dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, masyarakat dan keluarga dan harus dipastikan proses re-integrasi bagi korban terlaksana dengan baik dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi korban anak.

Narahubung:
Ermelina Singereta, SH (Public Lawyer) : 0812. 1339.904

Recommended Posts