Jakarta, 07 November 2018
Tak dapat dipungkuri berbagai laporan dari lembaga negara serta para pegiat aktivis sosial yang bekerja pada isu perdagangan manusia masih mendapatkan tantangan dan hambatan besar. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya korban berjatuhan terkait tindak pidana perdagangan manusia.
Laporan dari pihak kepolisian dari 123 kasus TPPO baru 110 yang diproses banding. Sementara di MA sendiri sudah ada 51 berkas yang diproses, sementara 407 penuntutan kasus selama 2017. Hal ini meningkat 263 dari penuntutan sebelumnya. Data ini justru jauh berbeda dari apa yang dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsern pada isu TPPO. Dari berbagai data dan informasi yang ditemukan bahwa ada problem koordinasi antar lembaga negara telah menghambat upaya pemerintah untuk menyelidiki, menuntut, dan menghukum para pelaku, terutama ketika pada kasus yang melibatkan sejumlah wilayah yuridiksi atau negara lain. Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang Kepolisian Republik Indonesia tidak memiliki mekanisme untuk melacak investigasi di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten, sehingga mempersulit mereka dalam menentukan total jumlah investigasi dan kasus yang terselesaikan.
Berangkat dari persoalan tersebut, bertempat di Kantor LBH APIK Jakarta, telah ditandatangani kerjasama antara Parinama Astha atau biasa dikenal dengan Parthadengan LBH APIK dalam rangka mempermudah kerja-kerja advokasi Pemberantasan Perdagangan Manusia. Perjanjian ini di tandatangi oleh kedua pimpinan lembaga dan diharapkan menjadi model pengelolaan dan kerjasama antar lembaga yang konsern pada perdagangan manusia.
Menurut Ketua Yayasan Partha , Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, atau biasa dikenal dengan Sara, bahwa kerjasama ini mempermudah kedua lembaga untuk penananan kasus baik dari proses awal hingga pemulihan. “ Kerjasama ini sudah lama direncanakan dan kemudian baru Perjanjian Kerjasama di tandatangani”, imbuhnya. “Sebenarnya kami sudah bekerjasama sebelum ada PKS ini, namun karena ada beberapa kendala dilapangan, maka kami sepakat untuk membuat sebuah kesepakatan dengan tujuannya adalah memperkuat jaringan dan memberikan harapan lebih pasti pada penyintas”, demikian Sara menambahkan.
Demikian juga dengan Direktur LBH APIK Jakarta, Siti Mazumah atau biasa di panggil Zuma, menerangkan bahwa banyak pekerjaan dalam melawan perdagangan manusia, dan menyambut baik kerjasama dengan Parinama Astha. “ Kami berterimakasih kepada Yayasan Partha yang sudah mau bekerjasama dengan kami sebagai lembaga yang fokus pada litigasi korban. Dan Partha memberikan peran berbeda dalam kerjasama penanganan yakni pemulihan dan pemberian rumah aman bagi korban TPPO”, ucapnya.
Dalam kegiatan perjanjian kerjama tersebut juga dilaksanakan diskusi dengan para penyintas yang telah mampu pulih dan berdaya. Diantara hasil karya mereka dengan memproduksi produk-produk makanan yang gurih dan enak. Pada kesempatan tersebut, Partha memborong hasil olahan makanan dari penyintas tersebut, sebagai bentuk dukungan terhadap para penyintas. (IH)