Prihatin Perdagangan Orang, Jarnas Dorong Kerja Sama Semua Elemen

 

Jakarta-SuaraSikka.com: Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sangat prihatin dengan kasus perdagangan orang yang terjadi di Indonesia. Lembaga ini pun mendorong perlunya kerja sama semua elemen terkait.

Sebagai salah satu implementasinya, baru-baru ini Jarnas Anti TPPO melakukan kerjasama Internasional Organisasi Migrant (IOM). Pertemuan pekan lalu itu, dilakukan untuk memperkenalkan visi dan misi Jarnas Anti TPPO. Selain itu juga untuk membangun kerja sama dengan IOM dalam rangka pencegahan dan pemulangan korban TPPO.

Lembaga ini menilai masalah perdagangan orang di Indonesia, baik yang terjadi di luar negeri maupun dalam negeri sudah sangat rumit, sejak dari proses keberangkatan sampai pemulangan. Apalagi ada perlakuan di mana pekerja migran Indonesia (PMI) secara prosedural mendapatkan perlindungan hukum dari negara, dan ini berbeda dengan PMI yang non prosedural.

Dalam rilis kepada media ini disebutkan kasus perdagangan manusia di Indonesia terdata sebanyak 5.551 kasus, didominasi perdagangan perempuan dan anak. Dalam laporan Fellowship, perempuan memiliki tingkat kerentanan tertinggi sebanyak 4.888 (73 persen), anak perempuan 950 (14 persen), laki-laki dewasa 647 (10 persen) dan anak laki-laki 166 (2,5 persen).

Sementara masalah serius lainnya yakni kerentanan pada persoalan hukum, mulai dari mendapat hukuman yang berat, tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja mulai dari gaji, hak untuk libur, hak untuk beribadah dan segala persoalan pekerja migran lainnya, bahkan sampai dengan kehilangan nyawa.

Data statistik BNP2TKI menunjukan dalam rentang waktu 2012-2018, PMI  yang meninggal sebanyak 1.288. Malaysia merupakan negara penempatan yang menduduki posisi tertinggi dengan angka kematian sebanyak 462 kasus,  disusul Arab Saudi 224 Kasus, Taiwan 176 kasus, Korea Selatan 59 kasus, Brunai Darussalam 54 kasus, dan Hongkong 48 Kasus.

Pertemuan antara Jarnas Anti TPPO dihadiri Ketua Bidang Advokasi Gabriel Goa. Pria asal Kabupaten Ngada ini menyampaikan banyak persoalan yang dihadapi PMI, mulai dari keberangkatan sampai pada pemulangannya ke Indonesia.

Dia juga menyinggung soal tidak adanya keadilan hukum. Hemat dia, masih banyak kasus perdagangan orang yang tidak diproses secara hukum, karena kekurangan bukti-bukti dan juga tempat kejadiannya di luar negeri. Dia berharap ke depannya pemerintah Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan negara penerima agar persoalan hukum PMI dapat terselesaikan dengan baik.

Sementara Among Pundhi Resi dari IOM mengatakan ada beberapa persoalan terkait TPPO, salah satunya adalah proses re-integrasi bagi korban. Dia menilai masih kurangnya pengawasan dalam melakukan pemberdayaan ekonomi bagi korban, sehingga lebih cenderung pemberdayaan ekonomi tidak maksimal. Saat ini IOM melakukan pelatihan kepada aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim di beberapa wilayah khususnya di NTT.

Jarnas Anti TPPO berharap ke depannya segala persoalan perdagangan orang dapat diselesaikan dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban, agar korban bisa mendapatkan keadilan hukum.*** (eny)

 

Source by : suarasikka.com

PERLUNYA KERJASAMA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERDAGANGAN ORANG

Jakarta, 08 Pebruari 2019, Parinama Astha selama ini telah bekerja untuk mengakhiri masalah Perdagangan Orang di Indonesia, kefokusan Parinama Astha pada masalah ini tidak terlepas dari berbagai kasus perdagangan orang baik yang terjadi di dalam negeri dan luar negeri, di mana Indonesia merupakan salah satu negara pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbanyak di dunia setelah Filiphina. Masalah perdagangan orang, tidak terlepas adanya proses, cara dan tujuan dari tindakan yang telah dilakukan oleh para sindikat perdagangan orang dan kebanyakan pelakunya merupakan orang terdekat, misalnya keluarga, teman dan orang lain yang dikenal oleh korban ataupun keluarga korban.

 

Parinama Astha bersama dengan Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JARNAS TPPO) saat ini, sedang menangani kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (Eksploitasi seksual) yang dialami oleh anak-anak di salah satu klub malam di Bali.

 

Kasus ini bermula dari adanya pengaduan seorang anak perempuan berinisial CH kepada salah satu anggota JARNAS yang ada di Bali dan pengaduan tersebut kemudian dilaporkan oleh anggota JARNAS ke Kepolisian. Kepolisian kemudian melakukan penggerebekan dan mendapati lima (5) orang korban anak dengan inisial AP, DB, BL dan PT yang berada di tempat penampungan tersebut.

 

Kasus ini telah diproses di Kepolisian dan setelah para korban memberikan keterangannya (BAP), para korban dikembalikan ke rumah orang tuanya masing-masing. Saat ini para korban sedang mendapatkan pemulihan terlebih dahulu di salah satu tempat di Jakarta, sebelum dipulangkan ke rumah orang tuanya masing-masing.

 

Ketua Yayasan Parinama Astha yang sekaligus merupakan Ketua JARNAS TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, memberikan apresiasi kepada Kepolisian Bali yang telah memproses kasus ini dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak-anak.

 

Selain itu Sara berharap agar para pelaku yang terlibat dalam kasus TPPO ini diproses dan dihukum dengan hukuman yang maksimal sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Juncto Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

 

Sara juga menambahkan bahwa proses pemulihan bagi korban menjadi prioritas dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, masyarakat dan keluarga dan harus dipastikan proses re-integrasi bagi korban terlaksana dengan baik dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi korban anak.

 

APRESIASI KINERJA KEPOLISIAN BALI, PARINAMA ASTHA MINTA PELAKU TPPO DIHUKUM MAKSIMAL SESUAI UNDANG-UNDANG

Press Release
Jakarta, 08 Pebruari 2019, Parinama Astha selama ini telah bekerja untuk mengakhiri masalah Perdagangan Orang di Indonesia, kefokusan Parinama Astha pada masalah ini tidak terlepas dari berbagai kasus perdagangan orang baik yang terjadi di dalam negeri dan luar negeri, di mana Indonesia merupakan salah satu negara pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbanyak di dunia setelah Filiphina. Masalah perdagangan orang, tidak terlepas adanya proses, cara dan tujuan dari tindakan yang telah dilakukan oleh para sindikat perdagangan orang dan kebanyakan pelakunya merupakan orang terdekat, misalnya keluarga, teman dan orang lain yang dikenal oleh korban ataupun keluarga korban.

Parinama Astha bersama dengan Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JARNAS TPPO) saat ini, sedang menangani kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (Eksploitasi seksual) yang dialami oleh anak-anak di salah satu klub malam di Bali.

Kasus ini bermula dari adanya pengaduan seorang anak perempuan berinisial CH kepada salah satu anggota JARNAS yang ada di Bali dan pengaduan tersebut kemudian dilaporkan oleh anggota JARNAS ke Kepolisian. Kepolisian kemudian melakukan penggerebekan dan mendapati lima (5) orang korban anak dengan inisial AP, DB, BL dan PT yang berada di tempat penampungan tersebut.

Kasus ini telah diproses di Kepolisian dan setelah para korban memberikan keterangannya (BAP), para korban dikembalikan ke rumah orang tuanya masing-masing. Saat ini para korban sedang mendapatkan pemulihan terlebih dahulu di salah satu tempat di Jakarta, sebelum dipulangkan ke rumah orang tuanya masing-masing.

Ketua Yayasan Parinama Astha yang sekaligus merupakan Ketua JARNAS TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, memberikan apresiasi kepada Kepolisian Bali yang telah memproses kasus ini dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak-anak.

Selain itu Sara berharap agar para pelaku yang terlibat dalam kasus TPPO ini diproses dan dihukum dengan hukuman yang maksimal sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Juncto Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sara juga menambahkan bahwa proses pemulihan bagi korban menjadi prioritas dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, masyarakat dan keluarga dan harus dipastikan proses re-integrasi bagi korban terlaksana dengan baik dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi korban anak.

Narahubung:
Ermelina Singereta, SH (Public Lawyer) : 0812. 1339.904

Memperluas Jaringan Kerja Anti Perdagangan Manusia

Jakarta, 18 November 2017,

Di penghujung tahun 2017, Partha membangun komunikasi dengan jaringan kerja anti perdagangan orang di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengembangan wilayah ini dirasakan perlu untuk menjawab kebutuhan tentang pelayan pembangunan rumah aman di berbagai wilayah di Indonesia sesuai cita-cita pendirian Partha. Sejalan juga dengan isu yang berkembang selama ini bahwa NTT dan NTB sangat pelik probem perdagangan manusia. Banyak korban berjatuhan tanpa ada keadilan, sementara tidak ada jaringan dan atau lembaga yang konsern untuk pemulihan. Dalam konteks itulah Parinama Astha hadir untuk menjawab persoalan yang telah menjadi isu nasional.

Dalam kesempatan pada tanggal 13-16 November, Koordinator Nasional Parinama Astha yakni Irhash Ahmady, melakukan kunjungan daerah untuk bertatap muka dengan jaringan yang ada dan sudah bekerja lama di isu perdagangan manusia. Diantaranya adalah LBH APIK- NTB dan Lembaga jaringan dari Wadah Titian harapan dan Aksira . Diskusi bersama LBH APIK-NTB menjelaskan bahwa mereka menangani banyak kasus perdagangan manusia yang melibatkan aparat penegak hukum. “ Kami pernah menangani kasus perdagangan orang dimana dua perempuan ditipu oleh seseorang untuk dipekerjakan di rumah makan, tau-taunya dipekerjakan di diskotik di Sengigi”, ujar iman staf advokasi LBH APIK NTB.

 

 

Cerita berbeda disampaikan oleh Ibu Nurul yang juga merupakan aktivis Aksira NTB, beliau memaparkan persoalan diskriminasi di Lombok ini cukup tinggi. Perempuan mengalami kekerasan sementara jika bekerja menjadi BMI tidak mendapatkan jaminan keselamatan. Saat ini, tercatat sekitar 56.672 masyarakat NTB yang bekerja di luar negeri, terdiri dari laki-laki sebanyak 45.256 orang dan perempuan sekitar 11.416 orang, meraka berasal dari kota Mataram sebanyak 140 orang, Kota Bima 90 orang, Kabupaten Lombok Barat 4.602 orang, Lombok Timur 24.281 orang, Lombok Utara 887 orang, serta Bima 1.709 orang, dan Kabupaten Lombok Timur menjadi pengirim terbesar di NTB bahkan tertinggi jika dibandingkan kota/kabupaten se-indonesia. “Isu kekerasan perempuan dan perdagangan manusia cukup tinggi di Lombok, bukan hanya pengirim akan tetapi juga penerima, apalagi Mandalika sudah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk pariwisata. Otomatis akan berkembang pusat-pusat hiburan malam, ini yang kami takutkan”, Nurul berkilah. Dalam percakapan tersebut menyambut baik kehadiran Partha di NTB dan dapat diajak bekerjasama untuk kepentingan perlawanan terhadap perdagangan manusia.

 

 

Selain berkunjung ke jaringan masyarakat, Partha juga bertatap muka dengan pihak pemerintah kabupaten Lombok Tengah sebagai pintu masuk warga luar ke wilayah lombok. “ Kami menyambut baik kehadiran partha di Bumi Seribu Masjid ini, berharap akan bekerjasama untuk mengurangi tindak perdagangan manusia di NTB, dan Lombok tengah sebagai pintu gerbang berkomitmen penuh mendukung agenda Partha tersebut” sambut wakil bupati lombok tengah,-