Eksploitasi Seksual Dalam Berpacaran Kerap Terjadi, Rahayu Saraswati Dukung Hukuman Seberat-beratnya

Aktivis Perempuan dan Anak, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, angkat bicara menyoal ramainya perbincangan kasus pemerkosaan dan pelacuran yang melibatkan anak dibawah umur yang terjadi di Bekasi.

“Pemerkosaan didalam hubungan berpacaran sayangnya kerap terjadi, namun di negara seperti Indonesia, pembuktian masih sangat berat karena beban ditekankan kepada korban untuk membuktikan bahwa kekerasan seksual itu betul terjadi,” kata Rahayu Saraswati, dalam keterangan tertulis yang diterima Mcmnews.id, Jumat, (28/5/2021).

“Kekerasan seksual ini bisa terjadi saat ada intimidasi dan pemaksaan dari pihak pelaku, bahkan sering kali tidak terlepas dari kekerasan fisik,” tambahnya.

Saraswati menyatakan, dalam kasus AT dan PU, berdasarkan bukti psikologis dan fisik, serta kesaksian korban, seharusnya sudah cukup untuk mendorong aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan dengan menggunakan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Lanjut Saraswati, setiap dari mereka berdasarkan undang-undang yang disebut telah melakukan hubungan intim dengan anak di bawah usia 18 tahun dan tentunya melakukannya dalam konteks pelacuran dan eksploitasi seksual sehingga masuk dalam kategori pelaku perdagangan anak.

“Saya beserta Yayasan Parinama Astha mendukung adanya penjatuhan hukuman yang seberat-beratnya kepada tersangka pelaku AT. Namun, jangan dilupakan bahwa ada pelaku-pelaku lain yang masih lepas dari jeratan hukum, yaitu mereka yang melakukan pemerkosaan terhadap PU selama dirinya mengalami pemaksaan pelacuran oleh pelaku,” tururnya.

“Kami meminta agar pihak aparat penegak hukum juga menggunakan kekuatan Cyber Crime Unit untuk mengejar para pengguna jasa dan klien perdagangan anak,” lanjutnya.

Terakhir, masih kata Saraswati, tak kalah pentingnya adalah proses pemulihan dan hak restitusi bagi korban.

Mantan anggota DPR RI itupun mendorong pihak kepolisian dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diamanatkan oleh UU No 31 tahun 2014 tentang Perubahan UU No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan keadilan dan pemenuhan hak bagi korban dan keluarganya.

Seperti diketahui, sebelumnya ramai diperbincangkan sebuah kasus pemerkosaan dan pelacuran yang terjadi di Bekasi. Diberitakan bahwa tersangka pelaku, AT (usia 21 thn) telah berpacaran dengan PU (usia 15 thn) selama 9 bulan, namun sayangnya hubungan tersebut penuh dengan kekerasan yang dialami oleh korban.

Saat keluarga korban membawanya ke kepolisian untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya terungkap berbagai kekejaman yang diduga dilakukan oleh pelaku terhadap korban, mulai dari pemerkosaan sampai dengan pemaksaan pelacuran.

Sumber : https://www.mcmnews.id/nasional/eksploitasi-seksual-dalam-berpacaran-kerap-terjadi-rahayu-saraswati-dukung-hukuman-seberat-beratnya/

ParTha Dukung Polda Metro Jaya Bongkar Sindikat Prostitusi Online yang Melibatkan Anak di Bawah Umur

Laporan Wartawan tribunnews.com, Lusius Genik

JAKARTA – Pendiri Yayasan Parinama Astha (ParTha) Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mendukung upaya Kepolisian Daerah Metro Jaya membongkar sindikat prostitusi online yang melibatkan anak di bawah umur.

Keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu menjelaskan, perdagangan orang terjadi karena berbagai faktor.

“Seperti kemiskinan dan pendidikan yang rendah, pengetahuan yang minim, keterbatasan informasi mengenai dampak fisik dan psikis dari perdagangan orang, juga adanya penyalahgunaan media sosial untuk tindakan pelanggaran hukum,” ucap Sara dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Minggu (21/3/2021).

Menurut Sara, dalam situasi pandemi Covid-19 kasus prostitusi online yang melibatkan anak di bawah umur kian marak.

Dengan adanya Covid-19, para pelaku perdagangan orang justru dimudahkan untuk mendapatkan uang dengan memanfaatkan media digital.

“Prostitusi online yang melibatkan anak makin meningkat jumlahnya dan hal ini harus menjadi keprihatinan kita bersama,” ujar aktivitas perempuan dan anak itu.

Salah satu yang disoroti Sara yakni pengungkapan kasus prostitusi online yang terjadi di Kreo, Tangerang, beberapa waktu belakangan ini.

Di mana setelah diusut oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya, terungkap bahwa pemilik hotel adalah seorang selebritis yang berinisial CA.

Sara menyatakan, ia mendukung penuh upaya Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk membongkar sindikat prostitusi online yang melibatkan CA tersebut.

“Kepolisian Polda Metro Jaya untuk memproses kasus ini dengan baik dan cepat. Saya berharap polisi dapat mengungkapkan lebih banyak lagi kasus perdagangan orang yang selama ini cendrung menggunakan media online untuk iklan atau transaksi,” jelas Sara.

Ibu dari dua anak ini sekaligus menegaskan bahwa dengan adanya anak-anak yang terlibat menjual diri dalam prostitusi online dengan maupun tanpa muncikari, penting untuk adanya pemberian pemulihan bagi anak-anak tersebut.

“Anak-anak ini harus diberikan proses bimbingan, pemulihan maupun rehabilitasi. Jangan sampai mereka justru kembali lagi nanti menjadi korban maupun pelaku dalam prostitusi online,” kata Sara.

“Proses ini tidak akan mudah maupun singkat, maka harus ada dukungan dana restitusi yang dapat dipenuhi melalui sanksi pada pelaku yang memfasilitasi perdagangan anak ini maupun dari pemerintah melalui APBN yang ada di bawah Kementerian Sosial,” jelas dia.

Selain itu Sara juga menyampaikan perlu adanya pembekuan terhadap aktivitas hotel milik CA yang ternyata digunakan untuk proses perdagangan orang.

“Hal ini sangat penting untuk memberikan informasi ke publik bahwa seharusnya hotel bukan untuk menjadi tempat terjadinya transaksi prostitusi,” ujar Sara.

Sumber:
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul ParTha Dukung Polda Metro Jaya Bongkar Sindikat Prostitusi Online yang Melibatkan Anak di Bawah Umur, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/03/21/partha-dukung-polda-metro-jaya-bongkar-sindikat-prostitusi-online-yang-melibatkan-anak-di-bawah-umur?page=1.
Penulis: Lusius Genik Ndau Lendong
Editor: Dewi Agustina

Aktivis Perempuan & Anak, Saraswati Minta Polisi Hentikan Prostitusi online melibatkan Selebritis

Aktivis perempuan dan anak, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mendukung Kepolisian untuk membongkar sindikat prostitusi online yang melibatkan oknum selebriti. Menurutnya, aksi perdagangan orang dengan cara prostitusi online telah menjadi modus baru bagi pelaku perdaganan manusia.

“Perdagangan orang terjadi karena berbagai faktor diantaranya adalah kemiskinan dan pendidikan yang rendah, pengetahuan yang minim, keterbatasan informasi mengenai dampak fisik dan psikis dari perdagangan orang dan juga adanya penyalahgunaan media sosial untuk tindakan pelanggaran hukum. Apalagi dalam situasi pandemi COVID-19, dimana perekonomian semakin sulit, orang sulit mencari pekerjaan dan bahkan ada yang di PHK-kan karena kondisi perekomian sedang terpuruk. Berbagai tempat hiburan pun ditutup dalam rangka untuk mengurangi penularan virus COVID-19 ini,” kata dia melalui keterangan tertulis diterima awak media ,Sabtu (20/3/2021).

Situasi pandemi COVID-19, kata Sara, para pelaku memiliki cara baru untuk mendapatkan uang. Sebut saja, dengan menggunakan media digital melakukan tindakan pelanggaran hukum sebagaimana pada kasus perdagangan orang dengan modus prostitusi online yang terjadi di wilayah Kreo, Larangan Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.

Salah satu contoh, Kepolisian Polda Metro Jaya berhasil melakukan operasi penggerebekan di salah satu hotel. Diduga pemilik hotel adalah seorang selebritis yang berinisial CA.

Menurut pendiri Yayasan Parinama Astha (ParTha), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, bahwa, prostitusi online yang melibatkan anak makin meningkat jumlahnya. Karena itu,dia meminta Polda Metro Jaya untuk memproses kasus ini dengan baik dan cepat. Ia juga berharap, Poilisi dapat mengungkapkan lebih banyak lagi kasus perdagangan orang yang selama ini cenderung menggunakan media online untuk iklan atau transaksi.

Oleh karena itu, Sara mendorong upaya aparat penegak hukun untuk lebih giat menegakkan hukum sesuai dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA) dan juga bisa ditambahkan dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Karena korban masih berusia anak maka kepolisian wajib untuk memberikan pasal tambahan yang memberatkan,”pintanya.

Lanjutnya, hal tersebut telah diatur dalam UU mengenai adanya pemberatan hukuman bagi orang yang melakukan tindakan perdangan orang terhadap anak.

Ibu dari dua anak inipun menegaskan bahwa dengan adanya anak-anak yang terlibat menjual diri dalam prostitusi online dengan maupun tanpa mucikari, penting untuk adanya pemberian pemulihan bagi anak-anak tersebut.

“Anak-anak ini harus diberikan proses bimbingan, pemulihan maupun rehabilitasi. Jangan sampai mereka justru kembali lagi nanti menjadi korban maupun pelaku dalam prostitusi online. Proses ini tidak akan mudah maupun singkat maka harus ada dukungan dana restitusi yang dapat dipenuhi melalui sanksi pada pelaku yang memfasilitasi perdagangan anak ini maupun dari pemerintah melalui APBN yang ada di bawah Kementerian Sosial,” kata Sara.

Untuk itu, Sara menyarankan perlu adanya pembekuan terhadap aktivitas hotel tersebut.

“Hal ini sangat penting untuk memberikan informasi ke publik bahwa seharusnya hotel bukan untuk menjadi tempat terjadinya transaksi prostitusi,” tutupnya. ** (domi lewuk).

 

Sumber: https://dki.kabardaerah.com/aktivis-perempuan-anak-saraswati-minta-polisi-hentikan-prostitusi-online-melibatkan-selebritis/

“Memperkuat Kerja Sama untuk Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Kenali, Berbagi, Tangani”

Bagaimana caranya memperkuat kerja sama untuk melawan tindak pidana perdagangan orang? Yuk mari kenali caranya dari para ahli, berbagi dengan satu sama lain dan tangani bersama.
.
Cari tahu di webinar : “Memperkuat Kerja Sama untuk Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Kenali, Berbagi, Tangani”
.
🗓 Senin, 15 Maret 2021
🕰️ 08.00 – 12.00 WIB
.
Pembicara:
👨 Bapak Sriyana (Kepala Biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, LPSK)
👩 Ibu Anita Dewayani (Kasubdit Pra-Penuntutan, Direktorat TP Terorisme dan Lintas Negara, Kejaksaan Agung RI)
👩 Ibu Euis Yuningsih (Kanit II Subdit IV, Direktorat Reserse Kriminal Umum, Polda Jabar).
👩 Ibu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Ketua Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang)

Moderator:
👩 Gita Agnestasia (National Project Officer, Counter-Trafficking and Migrant Protection (CTLM) Unit, IOM – UN Migration)
.
Klik tautan untuk menghadiri webinar (gratis):
📝 http://bit.ly/kerjasama-lawan-TPPO

Rahayu Saraswati: “Gue Penyintas Kekerasan Seksual”

JAKARTA, KOMPAS.TV – Episode Kamar Rosi kali ini berjudul Perlawanan ‘Paha Mulus’ Rahayu Saraswati.

Kamar Rosi yang tayang di channel Youtube KompasTV pada Rabu 16 September 2020, menghadirkan narasumber Rahayu Saraswati.

Rahayu yang juga seorang politisi Partai Gerindra, hadir secara virtual melalui aplikasi Zoom untuk berbincang dengan Pemimpin Redaksi KompasTV, Rosianna Silalahi.

Perlawanan ‘Paha Mulus’ membahas tentang cuitan di media sosial twitter yang mengkomentari foto Rahayu Saraswati ketika sedang melakukan joging.

Cuitan tersebut berasal dari seorang Politikus Partai Demokrat Cipta Panca Laksana.

Dalam cuitannya, Panca menulis “Paha calon wakil walikota Tangsel itu mulus banget,” kata Cipta Panca Laksana melalui akun Twitternya, @Panca66.

Rahayu Saraswati yang merasa tersindir kemudian membalas cuitan tersebut. Ia pun langsung membuat cuitan yang diduga ditujukan kepada Cipta Panca Laksana.

“Pelecehan tdk ada hubungannya dgn afiliasi politik, beda pilihan politik bukan berarti bisa dilecehkan, atau krn saya perempuan bukan berarti bisa dilecehkan, pelecehan hanya dilakukan oleh mrk yg berjiwa kerdil & pengecut,” cuit Rahayu, Sabtu (5/9/2020).

Sumber: https://www.kompas.tv/article/108968/rahayu-saraswati-gue-penyintas-kekerasan-seksual

Ratusan WNI Korban Perdagangan Orang di Suriah Dipulangkan

Jakarta, CNN Indonesia –Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beirut melakukan repatriasi atau pemulangan ratusan WNI korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Suriah.

KBRI Beirut bekerjasama dengan KBRI Damaskus dalam pemulangan ratusan WNI korban TPPO itu.

Menurut Duta Besar RI Beirut Hajriyanto Y Thohari, KBRI telah melakukan persiapan matang untuk perjalanan jarak jauh dari Damaskus ke Beirut, ibu kota Libanon, hingga ke Indonesia.

Mulai dari kelengkapan dokumen, tes kesehatan, serta koordinasi intensif dengan pihak keamanan imigrasi Libanon dan Bandara Rafik Hariri.

Hajriyanto juga menyatakan KBRI Beirut dengan General Security Libanon telah melakukan kelengkapan dokumen dan perizinan bagi 104 WNI ini agar perjalanan mereka tidak mengalami kendala.

Ia berharap proses pemulangan terasa berbeda sebab masih dalam suasana pandemi Covid-19.

Lebanon saat ini mencatat jumlah kasus Covid-19 sebanyak 2.599 orang dengan jumlah kematian 40 orang dan yang dinyatakan sembuh 1.485 orang. Sedangkan bandara Libanon kini baru saja dibuka dengan penyesuaian protokol kesehatan ketat.

“KBRI Beirut juga bersikeras memastikan perjalanan para WNI kembali ke Indonesia berjalan aman,” kata Hajriyanto mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri, pada Sabtu (18/7).

Sebagai informasi, saat ini jumlah WNI yang tersebar di Libanon mencapai 1.447 orang. Dari jumlah tersebut 1.234 orang menjadi pasukan perdamaian di UNIFIL, 78 orang mahasiswa Indonesia di berbagai universitas Libanon, dan 135 orang lainnya bekerja di sektor pemerintahan, organisasi internasional, sektor jasa, serta WNI yang menikah dengan WNA.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200718205959-120-526257/ratusan-wni-korban-perdagangan-orang-di-suriah-dipulangkan

KBRI Beirut Pulangkan 104 WNI Korban TPPO dari Suriah

Jakarta -KBRI Beirut berhasil memulangkan (repatriasi) 104 WNI dari Suriah ke Indonesia di tengah pandemi Corona. KBRI Beirut menyebut seluruh WNI itu adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TTPO).

“Pada tanggal 17 Juli 2020, KBRI Beirut melakukan repatriasi WNI dari Suriah bekerjasama dengan KBRI Damaskus untuk pemulangan ratusan WNI dari Suriah yang merupakan korban TPPO, di tengah-tengah pandemi COVID-19 di Lebanon,” demikian keterangan pers KBRI Beirut yang diterima detikcom, Jumat (17/7/2020).

Sebelum mereka dipulangkan ke Tanah Air, KBRI melakukan sejumlah persiapan. Seperti melengkapi dokumen perjalanan hingga melakukan tes kesehatan kepada WNI itu.

“KBRI telah melakukan persiapan ketat untuk perjalanan jarak jauh dari Damaskus ke Beirut hingga ke Tanah Air, dari mulai kelengkapan dokumen, tes kesehatan serta koordinasi intensif dengan pihak keamanan imigrasi Lebanon dan Bandara Rafik Hariri guna melancarkan kegiatan tersebut,” katanya.

Dubes RI Beirut Beirut Hajriyanto Y. Thohari mengatakan KBRI memfasilitasi semua WNI tersebut hingga tiba di Indonesia. Keberhasilan pemulangan WNI itu juga berkat kerja sama dengan pemerintah Lebanon.

“Dalam pesannya Dubes RI Beirut Hajriyanto Y. Thohari mengatakan KBRI Beirut memfasilitasi dan memproses keberangkatan repatriasi 104 WNI dari Suriah di suasana pandemi ini. Dengan kerjasama yang intens KBRI Beirut dengan General Security Lebanon untuk proses kelengkapan dokumen dan perijinan bagi 104 WNI tersebut agar dapat dipastikan berjalan perjalanan para WNI berjalan dengan lancar dan tertib,” tuturnya.

KBRI mengatakan proses repatriasi saat pandemi Corona sangat berbeda dengan hari biasanya. Namun demikian, KBRI terus berupaya agar 104 WNI tersebut selamat sampai di Tanah Air.

“Repatriasi di masa pandemi COVID-19 ini terasa berbeda, bandara Lebanon yang baru saja dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat, KBRI mengupayakan yang terbaik demi suksesnya kegiatan pemulangan WNI yang jumlahnya tidak sedikit itu,” ungkapnya.

Diketahui, Lebanon mencatat jumlah kasus COVID-19 sebanyak 2.599 dengan terdapat 40 kasus kematian dan total kasus sembuh sebanyak 1.485 orang. KBRI memastikan dan senantiasa menjaga serta melindungi masyarakat Indonesia khususnya dalam masa sulit di tengah Pandemi COVID-19.

KBRI menyebut jumlah seluruh WNI di Lebanon mencapai 1.447 orang 1.234 orang Pasukan Perdamaian di UNIFIL, 78 orang Mahasiswa Indonesia di berbagai universitas di Lebanon, dan 135 orang lainnya bekerja di sektor pemerintahan, organisasi internasional, sektor jasa, serta WNI yang menikah dengan WNA beserta keluarga.

 

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-5098227/kbri-beirut-pulangkan-104-wni-korban-tppo-dari-suriah/1

Posisi Perempuan yang berhadapan dengan hukum

Hari/Tanggal  : 27 Pebruari 2020

Tempat          : Oria Hotel

Indonesia telah meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984. Konvensi ini secara umum mengatur mengenai upaya-upaya yang harus dilakukan oleh negara-negara peserta dalam memberikan jaminan dan perlindungan terhadap perempuan dari segala macam bentuk kekerasan dan perlakuan diskriminatif, serta menjamin adanya persamaan hak dan kesetaraan gender. Hal ini juga selaras dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, tepatnya dalam Pasal 28 I Ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

Selain itu Indonesia juga telah menerbitkan beberapa peraturan terkait lainnya sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan, diantaranya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan peraturan lainnya baik yang bersifat nasional, regional, maupun institusional.

Walaupun masih banyak berbagai peraturan tersebut, namun praktek diskriminatif terhadap perempuan masih sangat sering terjadi. Perlakuan diskriminatif tersebut disebabkan oleh kultur masyarakat yang mayoritas masih menganut sistem patriarki, dimana dalam sistem ini perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki. Kebiasaan ini sangat mengakar mulai dari tindakan marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, hingga terbatasnya akses perempuan dalam memperoleh hak-haknya, termasuk hak untuk memperoleh keadilan ketika berhadapan dengan hokum.

Perempuan berhadapan dengan hokum mulai dari perempuan menjadi saksi, korban, tergugat, penggugat dan terdakwa pada kasus-kasus pidana maupun perdata.  Perempuan yang berhadapan dengan hukum juga kerap mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh aparat penegak hukum.

Perempuan dan korban Perdagangan Orang

Parinama Astha mensharekan pengalaman dalam penanganan kasus khususnya saat mendampingi korban perdagangan orang yang bekerja di tempat prostitusi, dimana adanya perlakuan yang tidak adil yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, mulai dari proses penyidikan sampai pada proses pemeriksaan di Pengadilan. Dimana aparat penegak hukum melihat korban dengan segala latar belakang pengalaman korban, penggunaan pakaian, cara dandan korban dan hal lainnya yang berkaitan dengan korban. Majelis Hakim sering menyalahkan korban dan mengkategorikan korban sebagai perempuan nakal karena korban mau bekerja di tempat prostitusi, alasan kenapa mau menerima tawaran dan lain-lain. Situasi-situasi tersebut tentunya akan semakin mempersulit perempuan berhadapan dengan hukum untuk mengakses hak-haknya, terutama hak-hak untuk memperoleh peradilan yang adil.

 

Saat ini Mahkamah Agung telah memiliki aturan bagaimana menangani masalah perempuan yang berhadapan dengan hukum melalui Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Aturan ini mengatur tentang apa saja yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan oleh hakim pada saat menangani perkara perempuan berhadapan dengan hukum. PERMA Nomor 3 Tahun 2017 juga memberikan sebuah terobosan baru sebagai salah satu upaya pemenuhan hak perempuan berhadapan dengan hukum, yaitu diperbolehkannya pendamping untuk mendampingi perempuan berhadapan dengan hukum secara langsung di pengadilan, dan salah satunya adalah perempuan yang korban perdagangan orang yang bekerja di tempat prostitusi, karena kebanyakan masih ada pandangan masyarakat kita yang menganggap bahwa perempuan yang bekerja di tempat prostitusi merupakan perempuan yang nakal atau tidak baik.