“Memperkuat Kerja Sama untuk Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Kenali, Berbagi, Tangani”

Bagaimana caranya memperkuat kerja sama untuk melawan tindak pidana perdagangan orang? Yuk mari kenali caranya dari para ahli, berbagi dengan satu sama lain dan tangani bersama.
.
Cari tahu di webinar : “Memperkuat Kerja Sama untuk Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Kenali, Berbagi, Tangani”
.
🗓 Senin, 15 Maret 2021
🕰️ 08.00 – 12.00 WIB
.
Pembicara:
👨 Bapak Sriyana (Kepala Biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, LPSK)
👩 Ibu Anita Dewayani (Kasubdit Pra-Penuntutan, Direktorat TP Terorisme dan Lintas Negara, Kejaksaan Agung RI)
👩 Ibu Euis Yuningsih (Kanit II Subdit IV, Direktorat Reserse Kriminal Umum, Polda Jabar).
👩 Ibu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Ketua Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang)

Moderator:
👩 Gita Agnestasia (National Project Officer, Counter-Trafficking and Migrant Protection (CTLM) Unit, IOM – UN Migration)
.
Klik tautan untuk menghadiri webinar (gratis):
📝 http://bit.ly/kerjasama-lawan-TPPO

Rahayu Saraswati: “Gue Penyintas Kekerasan Seksual”

JAKARTA, KOMPAS.TV – Episode Kamar Rosi kali ini berjudul Perlawanan ‘Paha Mulus’ Rahayu Saraswati.

Kamar Rosi yang tayang di channel Youtube KompasTV pada Rabu 16 September 2020, menghadirkan narasumber Rahayu Saraswati.

Rahayu yang juga seorang politisi Partai Gerindra, hadir secara virtual melalui aplikasi Zoom untuk berbincang dengan Pemimpin Redaksi KompasTV, Rosianna Silalahi.

Perlawanan ‘Paha Mulus’ membahas tentang cuitan di media sosial twitter yang mengkomentari foto Rahayu Saraswati ketika sedang melakukan joging.

Cuitan tersebut berasal dari seorang Politikus Partai Demokrat Cipta Panca Laksana.

Dalam cuitannya, Panca menulis “Paha calon wakil walikota Tangsel itu mulus banget,” kata Cipta Panca Laksana melalui akun Twitternya, @Panca66.

Rahayu Saraswati yang merasa tersindir kemudian membalas cuitan tersebut. Ia pun langsung membuat cuitan yang diduga ditujukan kepada Cipta Panca Laksana.

“Pelecehan tdk ada hubungannya dgn afiliasi politik, beda pilihan politik bukan berarti bisa dilecehkan, atau krn saya perempuan bukan berarti bisa dilecehkan, pelecehan hanya dilakukan oleh mrk yg berjiwa kerdil & pengecut,” cuit Rahayu, Sabtu (5/9/2020).

Sumber: https://www.kompas.tv/article/108968/rahayu-saraswati-gue-penyintas-kekerasan-seksual

Ratusan WNI Korban Perdagangan Orang di Suriah Dipulangkan

Jakarta, CNN Indonesia –Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beirut melakukan repatriasi atau pemulangan ratusan WNI korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Suriah.

KBRI Beirut bekerjasama dengan KBRI Damaskus dalam pemulangan ratusan WNI korban TPPO itu.

Menurut Duta Besar RI Beirut Hajriyanto Y Thohari, KBRI telah melakukan persiapan matang untuk perjalanan jarak jauh dari Damaskus ke Beirut, ibu kota Libanon, hingga ke Indonesia.

Mulai dari kelengkapan dokumen, tes kesehatan, serta koordinasi intensif dengan pihak keamanan imigrasi Libanon dan Bandara Rafik Hariri.

Hajriyanto juga menyatakan KBRI Beirut dengan General Security Libanon telah melakukan kelengkapan dokumen dan perizinan bagi 104 WNI ini agar perjalanan mereka tidak mengalami kendala.

Ia berharap proses pemulangan terasa berbeda sebab masih dalam suasana pandemi Covid-19.

Lebanon saat ini mencatat jumlah kasus Covid-19 sebanyak 2.599 orang dengan jumlah kematian 40 orang dan yang dinyatakan sembuh 1.485 orang. Sedangkan bandara Libanon kini baru saja dibuka dengan penyesuaian protokol kesehatan ketat.

“KBRI Beirut juga bersikeras memastikan perjalanan para WNI kembali ke Indonesia berjalan aman,” kata Hajriyanto mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri, pada Sabtu (18/7).

Sebagai informasi, saat ini jumlah WNI yang tersebar di Libanon mencapai 1.447 orang. Dari jumlah tersebut 1.234 orang menjadi pasukan perdamaian di UNIFIL, 78 orang mahasiswa Indonesia di berbagai universitas Libanon, dan 135 orang lainnya bekerja di sektor pemerintahan, organisasi internasional, sektor jasa, serta WNI yang menikah dengan WNA.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200718205959-120-526257/ratusan-wni-korban-perdagangan-orang-di-suriah-dipulangkan

KBRI Beirut Pulangkan 104 WNI Korban TPPO dari Suriah

Jakarta -KBRI Beirut berhasil memulangkan (repatriasi) 104 WNI dari Suriah ke Indonesia di tengah pandemi Corona. KBRI Beirut menyebut seluruh WNI itu adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TTPO).

“Pada tanggal 17 Juli 2020, KBRI Beirut melakukan repatriasi WNI dari Suriah bekerjasama dengan KBRI Damaskus untuk pemulangan ratusan WNI dari Suriah yang merupakan korban TPPO, di tengah-tengah pandemi COVID-19 di Lebanon,” demikian keterangan pers KBRI Beirut yang diterima detikcom, Jumat (17/7/2020).

Sebelum mereka dipulangkan ke Tanah Air, KBRI melakukan sejumlah persiapan. Seperti melengkapi dokumen perjalanan hingga melakukan tes kesehatan kepada WNI itu.

“KBRI telah melakukan persiapan ketat untuk perjalanan jarak jauh dari Damaskus ke Beirut hingga ke Tanah Air, dari mulai kelengkapan dokumen, tes kesehatan serta koordinasi intensif dengan pihak keamanan imigrasi Lebanon dan Bandara Rafik Hariri guna melancarkan kegiatan tersebut,” katanya.

Dubes RI Beirut Beirut Hajriyanto Y. Thohari mengatakan KBRI memfasilitasi semua WNI tersebut hingga tiba di Indonesia. Keberhasilan pemulangan WNI itu juga berkat kerja sama dengan pemerintah Lebanon.

“Dalam pesannya Dubes RI Beirut Hajriyanto Y. Thohari mengatakan KBRI Beirut memfasilitasi dan memproses keberangkatan repatriasi 104 WNI dari Suriah di suasana pandemi ini. Dengan kerjasama yang intens KBRI Beirut dengan General Security Lebanon untuk proses kelengkapan dokumen dan perijinan bagi 104 WNI tersebut agar dapat dipastikan berjalan perjalanan para WNI berjalan dengan lancar dan tertib,” tuturnya.

KBRI mengatakan proses repatriasi saat pandemi Corona sangat berbeda dengan hari biasanya. Namun demikian, KBRI terus berupaya agar 104 WNI tersebut selamat sampai di Tanah Air.

“Repatriasi di masa pandemi COVID-19 ini terasa berbeda, bandara Lebanon yang baru saja dibuka dengan protokol kesehatan yang ketat, KBRI mengupayakan yang terbaik demi suksesnya kegiatan pemulangan WNI yang jumlahnya tidak sedikit itu,” ungkapnya.

Diketahui, Lebanon mencatat jumlah kasus COVID-19 sebanyak 2.599 dengan terdapat 40 kasus kematian dan total kasus sembuh sebanyak 1.485 orang. KBRI memastikan dan senantiasa menjaga serta melindungi masyarakat Indonesia khususnya dalam masa sulit di tengah Pandemi COVID-19.

KBRI menyebut jumlah seluruh WNI di Lebanon mencapai 1.447 orang 1.234 orang Pasukan Perdamaian di UNIFIL, 78 orang Mahasiswa Indonesia di berbagai universitas di Lebanon, dan 135 orang lainnya bekerja di sektor pemerintahan, organisasi internasional, sektor jasa, serta WNI yang menikah dengan WNA beserta keluarga.

 

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-5098227/kbri-beirut-pulangkan-104-wni-korban-tppo-dari-suriah/1

Rapat Koordinasi Perlindungan Anak Dari Eksploitasi

Hari/Tanggal  : 14 Pebruari 2020

Tempat          : Jakarta, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Dalam rangka pelaksanaan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak mengamanatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai Koordinator pelaksanaan Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), melakukan rapat Koordinasi lintas sektor sebagai upaya pencegahan dan penanganan eksploitasi anak.

Pertemuan ini dilakukan dalam rangka melakukan koordinasi terkait dengan kementrian, lembaga dan NGO terkait dengan maraknya masalah prostitusi anak yang terjadi di tahun 2020, mulai dari kasus prostitusi yang terjadi di apartemen Kalibata city, apartemen Jakarta Utara, Depok dan beberapa daerah lainnya.

Kepolisian yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa apartemeb saat ini tidak hanya fungsinya sebagai tempat tinggal tetapi juga sebagai tempat bisnis prostitusi, apartemen kalibata city setiap tahun selalu menjadi target pengoperasian dan kebanyakan korbanny adalah anak-anak. kebanyakan modus yang digunakan oleh pelaku adalah dengan berteman dengan anak-anak melalui media sosial, mulai dari Facebook, IG dan beberapa media sosial lainnya.

Pertemuan ini dihadiri juga oleh private sector dalam hal ini pengelola aparteman Kalibata dan juga apartemen yang berada di Jakarta utara, pihak apartemen mengatakan bahwa yang menjadi kendala dalam penertiban penghuni adalah karena tidak adanya laporan dan selain itu proses penyewaan yang tidak melalui pengelola tapi langsung kepada pemilik apartemen atau pihak ketiga.

Pertemuan ini menghasilkan bahwa point penting diantaranya adalah perlunya memberikan pelayanan yang optimal dalam memberikan perlindungan kepada anak mulai dari perlindungan hukum dan juga pemenuhan hak-hak anak yang menjadi korban komprehensif dan terintegrasi, melakukan kerjasama dengan para pihak untuk meminimal terjadinya kasus-kasus serupa, perlu adanya pembangunan apartemen yang ramah pada anak, perlunya peran aktif dari pengelola apartemen dalam mengurangi terjadinya prostitusi di wilayah apartemen.

Masalah Hukum dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan Modus Pengantin Pesanan

Hari/Tanggal  : 13 Pebruari 2020

Tempat          : Jakarta, KPAI

 

Perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan kian marak terjadi di Indonesia, terutama di Provinsi Kalimantan Barat dan Jawa Barat. Pada periode Januari-Juli 2019, Kemenlu RI menangani 32 kasus pengantin pesanan. Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mencatat 20 kasus TPPO dengan modus pengantin pesanan selama setahun. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyebut 29 perempuan Indonesia menjadi korban pengantin pesanan yang diduga terperangkap dalam modus kejahataan tindak pidana perdagangan orang. Dari jumlah itu 13 perempuan berasal dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, sementara 16 perempuan lainnya berasal dari Jawa Barat.  Dua dari 13 perempuan korban TPPO yang berasal dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat adalah anak di bawah umur. Masalah perdagangan orang dengan modus kawin kontrak atau pengantin pesanan terjadi karena berbagai faktor Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi keluarga dan antar daerah menjadi faktor dominan dan merupakan akar persoalan perdagangan manusia. Selain itu, pendidikan yang rendah, pengetahuan yang minim dan keterbatasan informasi memicu terjadinya kasus TPPO.

Perdagangan orang untuk dieskpolitasi seksual dan kerja paksa adalah bentuk yang paling banyak ditemukan, Namun ada juga korban perdagangan orang yang dieskploitasi dengan berbagai cara lain, modus yang berbeda-beda dan dengan tujuan yang berbeda-beda ada yang mulai pengemis, pekerja kebun dan lain-lain. Ada juga perdagangan orang dengan cara melakukan perkawinan secara paksa, penipuan untuk  mendapatkan keuntungan, produksi pornografi atau penghilangan (penjualan) organ tubuh.Perdagangan orang hampir terjadi di setiap negara, karenanya tidak ada satu pun negara yang bebas dari praktik-praktik perdagangan orang. Perdagangan orang bisa terjadi dimana saja, baik itu dalam negeri, antar negara dan bahkan antar benua. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang memberikan pengertian tentang Perdagangan Orang adalah: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

 

Fenomena perdagangan orang akhir-akhir ini terjadi dengan modus perkawinan atau sering disebut dengan pengantin pesanan, pengantin pesanan ini banyak terjadi baik itu anak maupun berusia dewasa. Dan kebanyakan perkawinan tersebut tidak tercatat secara hukum dan juga banyak yang menggunakan dokumen hukum yang palsu, hal ini tentu akan menambah praktek eskpolitasi terhadap korban yang semakin tinggi, mulai dar ekspolitasi dalam pelacuran, atau eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.  Praktek perkawinan pesanan banyak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, namun yang lebih dominan terjadi di wilayah Jawa Barat, Kalimantan dan juga beberapa daerah lainnya, yang selalu menjadi persoalan dari permasalahan pengantin pesanan ini adalah, bahwa proses penegakan hukum yang tidak dapat terlaksana dengan baik, mengalami kendala karena dianggap bahwa korban mengetahui dan menyetujui untuk menikah dengan orang asing, masalah yang lainnya juga adalah belum terpenuhinya unsur eksploitasi pada korban.

 

Ada beberapa persoalan hukum yang tidak terselesaikan pada masalah perdagangan orang khususnya mengenai pengantin pesanan diantaranya adalah aturan hukum yang belum maksimal khusus dalam menyamakan pandangan ekspolitasi karena dalam perkawinan tidak ada yang namanya eksploitasi, kedua yuridiksi hukum yang berbeda antara negara Indonesia dan negara penerima dan itu selalu menjadi persoalan dalam menyelesaikan masalah perdagangan manusia dengan moodus pengantin pesanan.

 

 

Masalah perdagangan orang terjadi karena adanya berbagai ketimpangan mulai dari ketimpangan ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Ketimpangan inilah yang menjadi banyak korban terjerat dalam jeratan hutang yang dialami oleh korban dan keluarga korban. Pertemuan ini menghasilkan beberapa rekomendasi diantaranya adalah: harus memperkuatkan sub gugus tugas antara pusat dan daerah, Memperkuat kemitraan dengan stakeholder dan memiliki visi yang sama dalam memberikan Perlindungan optimal untuk anak Indonesia, melakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, melakukan kerjasama dengan negara-negara tujuan untuk memberikan perlindungan warga negara Indonesia di negara tujuan dan bahkan sangat diperlukan untuk penegakan hukum secara hukum internasional.

 

Yayasan Parinama Astha, Ikhtiar Menghapuskan Perdagangan Orang

Parinama Astha, biasa di sebut Partha, dibentuk pada tahun 2014 oleh Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara), yang memperjuangkan kepentingan perempuan dan anak khususnya korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Yayasan ini didirikan bertepatan dengan mulainya Indonesia For Freedom, suatu gerakan di tingkat nasional untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai perdagangan manusia.

Nama Parinama Astha memiliki makna yang sangat dalam untuk sebuah proses perubahan khusus bagi korban perdagangan orang, Parinama Astha hadir untuk memberikan transformasi menjadi harapan untuk yang lain, dalam hal ini bagi korban perdagangan orang.

Menyelamatkan Jiwa

Menurut pendiri ParTha, pendirian yayasan ini bermula dari “kecelakaan yang ditakdirkan”. Pada 2009, Sara mengikuti Konferensi Hillsong di London. Dalam konferensi itu, Sara bertemu dengan Christine Caine, seorang perempuan pendeta yang menjadi narasumber pada acara tersebut yang memulai kampanye “The A21 Campaign”.

Dalam kampanye tersebut Pendeta Christine Caine menceritakan mengenai gadis-gadis seumuran dengan Sara, ataupun lebih muda, yang dipaksa melayani sekitar 40-60 pria setiap harinya. Kampanye itu dilakukan dengan tujuan untuk menyelamatkan satu jiwa demi satu. Menyelamatkan satu jiwa menjadikan hidup lebih berarti serta menyelamatkan satu jiwa adalah warisan dari kehidupan yang patut dibanggakan.

Pertemuan tersebut memberikan inspirasi dan motivasi bagi Sara untuk mendirikan Yayasan ParTha. Bersama rekan-rekannya, Sara meneguhkan keyakinan bahwa setiap orang pantas dibebaskan dari perbudakan dan seharusnya tidak ada satupun jiwa yang menderita atau dieksploitasi untuk keuntungan orang lain.

“Salah satu cara terburuk dan mengerikan di mana seseorang dapat terjebak dalam perbudakan adalah dengan cara diperdagangkan,” demikian disampaikan Yayasan ParTha sebagaimana termaktub dalam info profil lembaga ini.  ParTha akan melawan siapa saja yang merasa bahwa uang memberikan mereka hak untuk mengambil kebebasan seseorang.

Bidang Kerja

Guna mewujudkan tujuan Yayasan ParTha, lembaga ini memfokuskan pada tiga bidang kerja sebagai berikut:
1.       Bidang Advokasi dan Hukum
Bidang ini bertugas melakukan advokasi kebijakan dengan berbagai pihak khususnya Kementrian dan Lembaga dalam mengakhiri perdagangan orang yang terjadi di Indonesia. Selain itu, Bidang ini juga bertugas melakukan penanganan kasus mulai dari Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

2.      Bidang Kampanye dan Re-integrasi Sosial
Bidang ini bertugas melakukan kampanye di Universitas, sekolah dan komunitas terkait dengan perdagangan orang di Indonesia. Tugas lain yang dilakukan melalui Bidang ini adalah mengembalikan korban ke masyarakat, keluarga, dan sekolah, serta memantau perkembangan korban selama proses re-integrasi.

3.      Pengelolaan Shelter
Bidang ini secara khusus bertugas melakukan penyelenggaraan dan pengelolaan shelter atau tempat tinggal sementara yang diperuntukkan bagi perempuan dan anak korban perdagangan orang.  

Kontak Lembaga

Yayasan Parinama Astha dapat dihubungi melalui kontak berikut ini:
Alamat: Yayasan Parinama Astha (ParTha Foundation) Jln. Penjernihan II/7, Bendungan Hilir Jakarta Pusat 10210
Tel +62 2157992162 Fax +62 21 57951353
Email : info@parinamaastha.com.
Website : www.parinama-astha.com

Yayasan ParTha juga hadir di Wilayah  Kalimantan Barat (Singkawang) Jalan Alianyang No.4 (Samping Kantor BKSDA), Singkawang Barat-79123, Singkawang Kalbar.

Sumber: https://jalastoria.id/yayasan-parinama-astha-ikhtiar-menghapuskan-perdagangan-orang

Kemnaker dan JarNas Anti TPPO Bangun Sinergi, Akhiri permasalahan Perdagangan Orang di Indonesia

Jakarta, fajartimor.com – Pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi dengan dibantu jajaran Kabinet Kerja Jilid II terus memacu kualitas pelayanan. Salah satunya adalah Kementrian Tenaga Kerja, (KEMNAKER) yang terus membangun sinergi bersama antara Kemnaker dan JarNas Anti TPPO
untuk mengakhiri permasalahan Perdagangan Orang di Indonesia yang kegiatan diskursusnya dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2020 seturut pantauan media ini.

Hasil diskursus tersebut kemudian didapatkan kesimpulan bahwa KEMNAKER memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya adalah untuk penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan peran hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, pembinaan pengawasan ketenagakerjaan serta keselamatan dan kesehatan kerja, koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Untuk menjalankan fungsi penempatan tenaga kerja, KEMNAKER memiliki peran yang sangat penting untuk melakukan pengawasan penempatan tenaga kerja baik yang dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu dalam rangka menjalankan tugas pengawasan penempatan tenaga kerja, maka KEMNAKER juga menjadi bagian dari Sub Gugus Tugas TPPO yang terdiri dari berbagai lintas Kementrian dan lembaga terkait.

Dikatakan Masalah perdagangan orang merupakan masalah yang sangat serius dan sangat diperlukan perhatian khusus dari pemerintah, maka dalam rangka mendukung KEMNAKER, JarNas Anti TPPO yang diketuai oleh Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, melakukan pertemuan dengan Menteri KEMNAKER ibu Ida Fauziah, untuk memberikan dukungan dan melakukan koordinasi terkait dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh para pekerja migran indonesia yang berada di luar negeri, selain itu memberikan informasi terkait dengan banyaknya masalah perdagangan orang baik yang terjadi di dalam negeri maupun yang diluar negeri.
Perempuan yang biasa disapa Sara ini mengatakan, bahwa JarNas Anti TPPO memberi masukan agar para pihak dapat menggunakan Undang-undang ketenagakerjaan sebagai dasar dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kerja mulai dari upah dan kesejahteraan tenaga kerja, jaminan sosial, pelatihan kerja, penyiapan lembaga latihan kerja, pemagangan tenaga kerja, penempatan tenaga kerja baik itu di dalam maupun di luar negeri dan juga pelaksana penempatan tenaga kerja.

Sara juga menambahkan bahwa JarNas Anti TPPO siap untuk memberikan dukungan di 21 titik intervensi untuk melakukan pencegahan tenaga kerja non prosedural, Perempuan yang juga sebagai ketua Yayasan Parinama Astha ini juga meminta, agar pemerintah dapat memperhatikan MOU dengan negara-negara tujuan terutama yang seringkali menjadi permasalahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari Indonesia.

Sementara Gabriel Goa yang juga Sekretaris II JarNas Anti TPPO menambahkan untuk melakukan perbaikan database kependudukan di Indonesia, hal ini sangat penting untuk tidak membuka celah terjadinya TPPO oleh oknum.

Pantauan media, Pertemuan ini dihadiri oleh JarNas Anti TPPO yang terdiri dari (Ketua JarNas Anti TPPO, ECPAT Indonesia Padma Indonesia dan Parinama Astha)

Sementara Narahubungnya
Gabriel Goa: 0813.6028.5235, dan Andi Ardian 0813.6156.3988

Anggota JarNas: Parinama Astha, ECPAT Indonesia, PADMA Indonesia, LBH Apik Jakarta, Yayasan Bandungwangi, YKAI, Yayasan Anak Perempuan, CWTC, Yayasan Bahtera Bandung, Yayasan Rusaida Sukabumi,Yayasan Embun Pelangi Batam, PKPA Medan, LADA Lampung, Asa Puan Sambas, Asosiasi Peksos Singkawang, Lembaga Kita Wonosobo, Setara Semarang, Kakak Solo, SCC Surabaya, YKYU Manado, LBH Apik Bali, Gerasa Bali, Lentera Anak Bali, Project Karma Bali, Yayasan Santai Lombok, WADAH NTT, Yayasan Donders dan anggota Individu ( ft/**)

Sumber: https://www.fajartimor.com/kemnaker-dan-jarnas-anti-tppo-bangun-sinergi-akhiri-permasalahan-perdagangan-orang-di-indonesia/

Human trafficking thriving in ASEAN

Recently, 39 people were found dead in a refrigerated trailer in Britain. While the victims were initially identified as Chinese, it has since been found that at least 20 were, in fact, Vietnamese, and almost all from the same – considered poor – province of Nghe An. This was after the victims’ families came forward saying they feared their relatives were in the doomed truck.

Britain has been a prime destination for Vietnamese migrants for a long time now, thanks to well-entrenched criminal networks offering work – though often at lower salaries than promised.

The poor central provinces of Vietnam are riddled with people smugglers and brokers with underground contacts stretching across the world. Families sell land or take on huge loans for the journeys, believing the investment will eventually pay itself back several times over.

The tragic incident involving 39 victims was not the first of its kind in the United Kingdom (UK). In 2000, 58 Chinese migrants from Fujian were found suffocated to death in a lorry at the port of Dover, in England’s South Eastern county of Kent. Soon after, in 2004, 21 migrants from Fujian, working as cockle-pickers, drowned when they were caught by treacherous tides in Morecambe Bay.

The recent news only serves to draw focus to a long-time scourge that has been plaguing the Southeast Asian region: human trafficking.

For ASEAN, human trafficking has been a constant thorn in the sides of its governments. The battle has been raging on for every ASEAN country in the region, and while some governments have been more successful than others, every ASEAN member continues to face challenges.

The Asia Pacific, in fact, might be facing a bigger problem than the rest of the world when it comes to human trafficking. According to the 2016 Global Slavery Index by Walk Free, some 25 million people are trapped in modern slavery in the Asia Pacific region. This accounts for 62 percent of the estimated global total.

The United States (US) Department of State’s Trafficking in Persons Report 2019, states that, in the case of Vietnam, traffickers typically subject victims to forced labour in construction, fishing, agriculture, mining, logging, and manufacturing, and that they are primarily trafficked to Angola, Japan, Lao, Malaysia, the Republic of Korea, Taiwan, and the United Arab Emirates.

The report also acknowledges, however, that there are increasing reports of Vietnamese labour trafficking victims in the UK and Ireland, including for work on cannabis farms.

Since its (US Department of State) previous report in 2018, things continue to look grim for ASEAN, with the exception of the Philippines. Countries such as Brunei and Cambodia dropped from Tier 2 to Tier 2 Watchlist while most countries maintained their previous placings, largely located within Tier 2. The Philippines is the only ASEAN country that managed to continue being placed in Tier 1. Meanwhile, Myanmar performed the poorest and is placed in Tier 3.

Tier placement in the trafficking in persons report
Source: US Department of State

Children too

In the case of Vietnamese being trafficked to the UK, it’s important to point out that the victims aren’t just adults – many are also children.

This was revealed in a report titled “Precarious journeys: Mapping vulnerabilities of victims of trafficking from Vietnam to Europe” released in March. The report was funded by the UK Home Office, while the study was jointly conducted by Anti-Slavery International, Every Child Against Trafficking UK (ECPAT UK) and the Pacific Links Foundation.

According to the report, over a period of one and a half years, researchers investigated the issue of human trafficking from Vietnam to the UK and throughout Europe, specifically Poland, the Czech Republic, France and the Netherlands. The latest figures by the National Referral Mechanism, which identifies and protects victims, revealed that more than 3,100 Vietnamese adults and children were identified as victims of trafficking.

A typical journey took children from Vietnam to Russia by plane, and then overland through Belarus, Ukraine, Poland, Czech Republic, Germany, the Netherlands and France, according to the authors. Meanwhile, more routes to Europe through South America are emerging, they added.

Vietnam is only one of the ASEAN states which has to face the reality of human trafficking. While today, eyes are on Vietnam following the recent tragedy, the truth is that each ASEAN country has its own horror story to share. And so, the war against human trafficking continues.

Source: https://theaseanpost.com/article/human-trafficking-thriving-asean

PERLUNYA KOLABORASI BERBAGAI PIHAK DALAM PEMULIHAN KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TPPO)

Jakarta,  24 Oktober 2019, Perdagangan orang merupakan salah satu persoalan yang sangat besar, namun juga sebagai salah satu bisnis yang menggiurkan karena sangat menguntungkan karena memiliki keuntungan yang sangat besar.

 

Parinama Astha yang merupakan salah satu lembaga yang selama ini fokus pada isu perdagangan manusia, telah melakukan pendampingan kepada korban perdagangan orang, mulai dari proses hukum (peradilan) sampai pada proses re-integrasi sosial. Sebagaimana pada Oktober ini, Parinama Astha telah melakukan pemulangan satu korban perdagangan orang, berinisial (R) yang berasal dari Jawa Barat. Hal yang dilakukan adalah melakukan pertemuan dengan keluarga, memastikan bahwa korban dapat diterima dengan baik oleh keluarga dan masyarakat. Langkah lain yang telah dilakukan oleh Parinama Astha adalah melakukan pertemuan dengan pihak terkait sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban.

 

Dalam pertemuan tersebut, Parinama Astha berdiskusi dengan Sekertaris Camat (Arif), Bidan Eva dan Dokter Indri, pertemuan tersebut menjelaskan kondisi kesehatan korban, dan rencana tindak lanjut ke depannya. Dalam pertemuan tersebut Parinama Astha menyampaikan komitmennya untuk membantu korban agar cepat pulih dan dapat kembali ke keluarga dengan baik.

 

Dalam pertemuan terpisah ketua sekaligus pendiri Parinama Astha, Ibu Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyampaikan bahwa masalah perdagangan orang itu sangat kompleks, mulai dari masalah kemiskinan, penegakan hukum dan proses pemulihan dan pemulangan korban, dan dalam kasus ini perempuan yang biasa disapa Sara ini menyampaikan bahwa dalam rangka pemulihan korban, sangat diperlukan kerjasama dari berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.

 

Sara mengajak masyarakat, untuk bersama-sama membentuk sindikat anti perdagangan orang, “Kita harus bersindikat, pelaku perdagangan orang bersindikat, maka kita pun juga harus bersindikat untuk menghadang dan menghentikan langkah-langkah pelaku perdagangan orang”.